PROBLEMATIKA BELAJAR DAN MENGAJARKAN AL QURAN

. Jumat, 15 April 2011
  • Agregar a Technorati
  • Agregar a Del.icio.us
  • Agregar a DiggIt!
  • Agregar a Yahoo!
  • Agregar a Google
  • Agregar a Meneame
  • Agregar a Furl
  • Agregar a Reddit
  • Agregar a Magnolia
  • Agregar a Blinklist
  • Agregar a Blogmarks

Sudah menjadi takdir Allah, Al quran diturunkan dalam bahasa Arab, namun tidak ada halangan dan alasan bagi umat Islam untuk tidak mengakuinya sebagai kitab suci, dan Allah SWT memberikan jaminan kemudahan untuk memperjarinya, sebagaimana tercantum dalam QS. Az Zukhruf dan Al Qomar


Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa arab supaya kamu memahami(nya).(QS. Az Zukhruf : 3)
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al Qomar : 17)
Penjelasannya sebagai berikut :
a. Huruf lam ( ل ) pada kata laqod ( لَقَدْ ) adalah untuk menunjukkan penegasan/penekanan (taukid) bermakna sungguh.
b. Kata setelah Qod ( قَدْ ) adalah yassarna ( يسرنا - telah Kami mudahkan; Allah Swt yang berkata) yang berbentuk fi'il madhi (past tense); juga bermakna penegasan. Bermakna sungguh.

c. Kata yassarna - يسرنا berbentuk fi'il madhi, yang menunjukkan peristiwa yang telah terjadi.
d. Pada surat Al Qamar, kalimat tersebut diulang sebanyak 4 kali (dengan susunan kalimat sama persis 100%) yaitu pada ayat 17,22,32,& 40, yang juga dapat bermakna penegasan.
Dari hal tersebut, jika diungkapkan dalam bentuk lain seakan-akan Allah Swt berkata :

"Wahai orang-orang beriman, Sungguh…sungguh….sungguh…sungguh…. telah Kami mudahkan Al Qurán untuk pelajaran (dipelajari)".
Apabila kita berbicara kepada seseorang dengan membuat penegasan seperti itu, tentu dalam rangka meyakinkan dan menunjukkan bahwa ucapan kita itu memang betul-betul seperti apa yang kita ucapkan. Jaminan inilah yang semoga membuat kita menjadi optimis untuk semakin giat mempelajarinya, termasuk didalamnya mempelajari tata bahasa Arab.
Kondisi riil di masyarakat kita, masih kita temukan kendala dalam pembelajaran Al quran ini. Ada kecenderungan saat ini bahwa sebagian banyak umat Islam, menempatkan pembelajaran Alquran sebagai sesuatu yang tidak prioritas, sehingga terkesan asal anak-anak sudah diikutkan ngaji di lingkungan, TPQ, atau masjid sekitar, sudah dianggap cukup. Padahal belajar Al quran memerlukan kesungguhan, baik dalam hal waktu, metode dengan didukung sarana dan prasarana yang baik. Rasululloh SAW mengingatkan kita semua dengan sabdanya :
“(Kelak) Islam akan mengalami kelunturan seperti lunturnya batik baju, sehingga tidak diketahui lagi apa itu shalat, puasa, ibadah dan sedekah. Dan Al-Qur’an sungguh akan dibawa pergi, sehingga tak ada satupun yang tersisa di muka bumi ini. Golongan manusia yang tersisa adalah Kakek dan Nenek. Mereka berkata: “Kami mendapatkan kalimat seperti ini dari nenek moyang kami:Laa Ilaaha Illallah, oleh karena itu kami mengucapkannya.”

Peringatan Rasululloh ini sangat tegas dan jelas, kalau kita tidak menyiapkan diri untuk membina diri pribadi, keluarga dan masyarakat untuk senantiasa belajar dan mengajarkan Alquran, maka pasti akan datang masa, saat Alquran menjadi tinggal namanya.

Problematika Pengajaran Al quran
Dalam upaya memasyarakatkan Al quran, saat ini muncul berbagai macam metode yang cukup membantu mempermudah proses belajar membaca Alquran. Namun masalah secara umum yang ditemui dalam pengajaran Al quran saat ini adalah :

1. Mutu Pendidikan
Standar kualitas hasil belajar santri tidak sama. Dalam satu lembaga yang diajar oleh ustad yang sama, kualitas hasil belajar santri berbeda secara ekstrim, semestinya memang tidak bisa seragam 100%, namun jenjang yang terlalu jauh menunjukkan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam proses pembelajaran, baik itu dari unsur santri, ustad, sarana, ataupun metode yang dipakai.

2. Kualifikasi Ustad Pengajar
Masalah :
Banyak dijumpai di lingkungan masyarakat kita, bahwa ratio guru ngaji dengan jumlah santri tidak seimbang. Jumlah guru ngaji lebih sedikit dibandingkan santri yang siap diajar, itupun dengan kualitas guru yang tidak merata, bahkan ditemukan ustad yang bermodalkan NEKAT karena tidak adanya guru ngaji yang siap ngajar. Tidak jarang juga kita jumpai, orang yang bagus bacaan Alquran-nya, tapi TIDAK BISA / TIDAK MAU / TIDAK SEMPAT mengajar Al quran, sementara ada yang semangat mengajar, tapi kemampuannya sangat terbatas.
Solusi :
Dilakukan Standarisasi bagi Guru Ngaji dengan mengikuti paket-paket pelatihan atau kursus terkait dengan pembelajaran Alquran, seperti : strategi mengajar, pengenalan lagu / irama, Teknik BCM, Tahsin tilawah, Ghorib musykilat, dan Problem solving
3. Lama Waktu Belajar Tidak Pasti
Masalah :
Model pembelajaran Al quran di lingkungan kita, belum memiliki standar waktu yang jelas dalam mencapai target yang diinginkan. Seandainya ada orang tua santri yang bertanya kepada guru ngaji atau kepala TPA/TPQ, berapa lama yang dibutuhkan anak sejak belajar dari NOL sampai dengan HATAM Al quran, maka jawaban yang diberikan adalah TIDAK PASTI tergantung kemampuan anak. Padahal bukan itu jawaban yang diinginkan, orang tua santri ingin jawaban pasti, sehingga bisa membuat rencana jadwal bagi anaknya, kapan saatnya hatam quran, kapan harus ikut kursus pengayaan, kapan harus ikut les tambahan / kegiatan ekstra.
Tidak jarang kita temukan, seorang anak yang rajin tiap hari belajar ngaji ke masjid, mushola atau TPQ sampai terbilang hitungan tahun, tapi hasilnya juga tidak jelas, dan problem terbanyak saat ini adalah banyak santri DROP OUT, belum tuntas belajar baca Al quran, belum lancar membaca, bahkan jauh dari hatam 30 juz, karena tuntutan sekolah untuk les tambahan atau ekstra, sehingga aktivitas belajar Al quran dinomorsekiankan.
Solusi :
Cara umum untuk mengukur ketercapaian target adalah dengan membuat MATRIK PEMBELAJARAN dalam satuan harian, mingguan maupun bulanan. Selain itu lembaga juga harus memiliki KURIKULUM yang ditaati oleh semua unsur. Misalnya ditetapkan target, untuk belajar membaca sejak NOL sampai dengan hatam Alquran, diperlukan waktu 3 tahun. Target tersebut didetailkan dalam bentuk matrik bulanan, mingguan dan harian, sehingga diperoleh pola yang sama dalam proses pengajaran harian, sehingga santri bisa selesai secara bersama-sama dengan indikator kelancaran diatas 70%.
4. Metode Pembelajaran yang dipakai kurang / tidak dikuasai
Masalah :
Berkembangnya berbagi metode membaca Alquran saat ini, memang memperkaya variasi proses belajar, namun apabila penggunaan metode yang dipilih oleh guru ngaji maupun lembaga, tidak mentaati standar yang disyaratkan oleh pembuat metode, maka sejak proses pembelajaran sampai dengan produk santri yang dihasilkan pasti tidak standar.
Kita juga temukan dalam satu lembaga TPQ, semua guru menggunakan metode yang sama, tapi dalam pengajarannya tidak seragam, masing-masing guru mempunyai pola sendiri-sendiri, sehingga ketika ada guru yang berhalangan tidak hadir dan santrinya dilimpahkan kepada guru lainnya, akan dijumpai ketidaknyamanan belajar akibat tidak adanya standararisasi guru terhadap metode yang dipakai.
Di hampir sebagian besar lembaga, metode yang dipilih saat ini belum bisa mendisiplinkan santri, sehingga terkesan suasana belajar santri menjadi gaduh, tidak teratur dan bahkan seperti liar, karena saat guru menyimak satu orang santri, santri lainnya yang jumlahnya belasan, tidak mendapatkan porsi perhatian yang sepadan, sehingga mereka melakukan aktivitas “sekedarnya”, seperti menggambar, menulis, dan tidak jarang yang bermain-main bahkan meninggalkan ruang belajar.
Solusi :
Dalam mengadopsi sebuah metode pembelajaran, semestinya tidak setengah hati, usahakan belajar langsung dari sumbernya, ikuti paket pelatihannya, taati rambu-rambunya, dan ajarkan sesuai dengan panduan, jangan sampai membuat tafsir sendiri terhadap metode orang / lembaga lain yang dipakai. Agar kualitas guru ngaji terjaga dengan baik, usakahan untuk mengikuti munaqosyah terhadap metode yang dipakai, sampai dinyatakan lulus dan bersyahadah.
5. Pendanaan
Masalah :
Cara pandang masyarakat terhadap pembelajaran Alquran selama ini adalah identik dengan ibadah tanpa biaya alias gratisan. Ini menjadikan proses pembelajaran menjadi tidak punya target kualitas hasil dan waktu yang pasti. Padahal disisi lain, sebagai orang tua pada saat mendaftarkan anak ke sekolah TK atau SD dengan biaya bulanan ratusan ribu, hampir tidak ada yang komplain. Namun apabila TPA / TPQ mengenakan biaya bulanan 10.000 SAJA, maka hampir semua orang tua santri akan protes, ini menjadi bukti bahwa orang tua menempatkan pendidikan Alquran jauh dibawah kebutuhan sekolah umum. Padahal belajar Alquran merupakan sebuah investasi dunia akhirat yang tidak akan pernah rugi.
Kebutuhan biaya di TPA / TPQ sebenarnya berpulang juga untuk kepentingan santri itu sendiri, seperti biaya buku, peraga, bangku, kapur tulis atau boardmarker, papan tulis. Ironisnya insentif atau gaji bagi guru ngaji tidak pernah terfikirkan, karena alasan ibadah. Semestinya peran mulia guru ngaji harus mendapatkan insentif yang jauh lebih banyak agar semakin menjaga keikhlasannya dalam mengajar.
Selain keberpihakan orang tua dalam pembelajaran Alquran yang masih setengah hati, peran aghniya’, tokoh masyarakat, lembaga formal maupun non formal yang mengambil peran sebagai DONATUR TETAP dalam pembelajaran Alquran nyaris belum ada dan belum ada yang mencoba me-manage secara profesional. Demikian pula perhatian pemerintah sebagai penyelenggara negara, masih sebatas perhatian formalitas yang belum menyentuh sisi kesejateraan para guru ngaji, andaikan ada bantuan insentif, itupun munculnya baru setahun sekali dengan jumlah nominal yang jauh dari pantas.
Solusi :
Sudah saatnya kegiatan belajar mengajar Ngaji Quran dikelola secara rapi dan profesional, dengan melibatkan orang tua serta para donatur dalam mendukung lancarnya pengelolaan pembelajaran. Seandainya kesadaran dari orang tua dan para donatur segera ditumbuhkan untuk secara rutin membantu keuangan TPA / TPQ, maka problem klasik pendanaan akan dapat teratasi. Sarana prasarana akan semakin lengkap, pengetahuan guru akan meningkat dengan seringnya ikut pelatihan, adanya sistem gaji atau insentif yang akan semakin menambah keikhlasan mengajar
Beberapa hal di atas menjadi permasalahan klasik yang sudah nyata hadir di depan mata, dan tentunya kita harus menjadi bagian untuk memberikan solusinya, karena kita meyakini dengan sepenuh hati sabda Rasulullah SAW berikut :

Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya
Wallaohu a'lam.


0 comments: